Sinopsis Film Dibalik 98 (2015) - kompasianadetik

kompasianadetik

artikel dan berita hanya untukmu

Disponsori

Post Top Ad

Sinopsis Film Dibalik 98 (2015)

Share This

Sinopsis Film Dibalik 98 (2015)



Belakangan ini semakin banyak saja film produksi indonesia yang mengangkat sejarah dibalik berbagai peristiwa dan tokoh penting di negeri ini. Di awal tahun 2015 muncul sebuah film karya anak bangsa Indonesia yang mengangkat tema sejarah tahun 1998. Film ini mengisahkan tentang runtuhnya pemerintahan orde baru dengan ditandai lengsernya Presiden Soharto. Film ini menggunakan sudut pandang kemanusiaan bukan sudut pandang politis.

Lukman Sardi sebagai sutradara dalm film ini mengaku kesulitan dalam mencari referensi sebagai bukti seriusnya dalam menjadi sutradara dia bahkan menggunakan alat-alat negara seperti tank, panser, milik TNI dan Gedung MPR/DPR untuk proses syuting.

“Pertama kali jadi sutradara. Film durasi dua jam, pembuatan 1,5 bulan. Film dengan unsur sejarah yang kejadian signifikan di dunia politik. Itu tantangan banget. Perizinan yang susah, karena menggunakan alat-alat negara, panser, sangat tidak mudah. Tapi untung saya dapat izin syuting di MPR pada bulan Desember sampai Januari 2013 lalu,” kata Lukman saat ditemui di kawasan Epicentrum, Jakarta Selatan.

Film ini bercerita peristiwa Mei 1998 saat reformasi terjadi di Tanah Air, dengan puncak Tragedi Trisakti pada 13 - 14 Mei 1998 yang sampai sekarang dikenal sebagai salah satu peristiwa kelam bangsa ini.

Diceritakan kondisi Jakarta pada tahun 1998 dengan terjadi krisis moneter yang membuat rakyat menjadi panik dan sangat menderita. Walaupun Presiden Soeharto dituntut mahasiswa, tetap berangkat ke luar negri Kairo menghadiri KTT G-15. Saat itu juga Wakil Presiden BJ Habibie dikejutkan dengan jatuhnya korban jiwa Trisakti yang berbuntut kerusuhan massif. Dibalik tragedi itu ada kisah sebuah keluarga dan separsang kekasih yang terpisahkan.

Letnan Dua Bagus bimbang ketika harus berhadapan dengan situasi luar biasa itu. Tanggung jawab sebagai petugas pengamanan harus berbenturan dengan kewajiban untuk menjaga istrinya, Salma, pegawai Istana negara, yang sedang hamil besar. Salma terjebak dalam kerusuhan dan dinyatakan hilang. Tekanan dari  atasan: Bagus harus mengutamakan tugas dan sebagai laki-laki pantang untuk menjadi cengeng hanya karena peristiwa kecil.

Sementara kerusuhan yang terjadi memaksa presiden Soeharto untuk pulang dari Kairo lebih awal. Pemerintah dihadapkan pada situasi yang sulit. Tokoh masyarakat dan beberapa perwakilan Ormas secara langsung meminta presiden Soeharto mundur. Namun ia tak bergeming dan berencana membentuk komite dan kabinet reformasi untuk menjawab tuntutan tersebut.

DIANA (20), adik iparnya, aktivis reformasi mahasiswa, harus berbenturan pendapat ketika mengetahui Salma kakaknya hilang di tengah peristiwa kerusuhan. Tidak mau kalah dan saling lempar tuduhan, Diana pun menuduh Bagus tidak bisa menjaga Salma. Bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga pula, tidak ada kata solusi ketika berbicara dengan Diana, hanya caci maki dan umpatan yang Bagus dapat.

Keadaan semakin pelik ketika DANIEL (20) pacar Diana, seorang keturunan Tionghoa yang juga ikut berjuang menuntut perubahan harus kehilangan Ayah dan Adiknya dalam kerusuhan 14 Mei. Bahkan Daniel hampir terjebak sweeping warga yang menyaring orang-orang Non Pribumi, yang saat itu menjadi puncak issue rasial di Indonesia. Untungnya Daniel selamat dan menemukan keluarganya lalu ikut Exodus meninggalkan Indonesia.

Di sisi lain upaya presiden Soeharto membentuk komite dan kabinet reformasi tidak mendapat tanggapan positif. Bahkan ketua MPR Harmoko meminta presiden dengan arif dan bijaksana untuk mengundurkan diri. Selain itu ada 14 menteri menolak tergabung dalam kabinet reformasi.

Pencarian Bagus terhadap Salma membuahkan hasil, Salma terselamatkan dan terbawa ke sebuah rumah sakit. Di saat detik kelahiran anak pertamanya, Bagus dan Diana menemukan Salma. Bayi yang mereka nantikan pun harus dilahirkan ketika perjuangan reformasi baru lahir.

Jakarta 2015, 17 Tahun setelah reformasi Daniel kembali ke Jakarta dengan membawa abu kremasi ayahnya. Ayahnya yang begitu mencintai Indonesia, hingga ia ingin beristirahat untuk selama-lamanya di tanah kelahirannya itu. Daniel pun berhasil menemukan Diana. Keduanya masih memiliki semangat yang sama untuk melanjutkan semangat reformasi, semangat perubahan untuk Indonesia yang lebih baik.

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages