Film The Mermaid (2016) Menggambarkan Kehidupan yang Komikal - kompasianadetik

kompasianadetik

artikel dan berita hanya untukmu

Disponsori

Post Top Ad

Film The Mermaid (2016) Menggambarkan Kehidupan yang Komikal

Share This

Film The Mermaid (2016) Menggambarkan Kehidupan yang Komikal



Film ini baru pecahkan rekor terlaris sepanjang masa di China, kini ditayangkan secara luas di Indonesia.

Lupakan semua aspek teknikal, sebab di The Mermaid semua hal itu menjadi nomor ke sekian. Stephen Chow memang bukan orang yang perfeksionis dalam hal struktur detail, tapi dia tahu betul bagaimana caranya bercerita dengan apa adanya, tidak muluk-muluk. The Mermaid adalah surat cinta yang dikirimkannya kepada seluruh makhluk yang kebetulan hingga saat ini hidup di tempat yang sama, bumi.

Dikenal sebagai aktor Hong Kong yang kerap tampil di film-film komedi absurd, Stephen Chow juga berhasil membangun kariernya di balik layar selama dua dekade. Film-film yang disutradarai sekaligus dibintanginya seperti Shaolin Soccer, Kung Fu Hustle, dan CJ7 terbilang sukses di pasaran dan meraih respons positif, baik di wilayah China maupun negara lain. Tahun ini, Chow merilis film komedi fantasi Mermaid, namun kali ini fokus di posisi sutradara dan penulis skenario tanpa ikut sebagai pemain.

Orang-orang menyebut cara bertutur Stephen Chow di berbagai filmnya sebagai slap-stick. Saya menyebutnya sebagai satire. Apa pun sebutannya, toh film ini berhasil berbicara banyak di box office. The Mermaid sukses menjelma menjadi film terlaris sepanjang masa di China dengan membukukan pendapatan lebih dari US$500 juta, melebihi film Hollywood apa pun yang pernah diputar di negara tirai bambu itu.

Film ini berkisah tentang seorang pengusaha kaya raya, Liu Xuan, yang baru saja memenangkan lelang pembelian sebuah pulau. Dalam rencananya, dia ingin melakukan reklamasi pantai sebelum melakukan proyek lanjutan. Berbagai cara ditempuh–dengan terus dikompori oleh perempuan partner proyeknya–untuk menghalau penghuni laut mendekati tempat itu, termasuk dengan penggunaan teknologi sonar terbaru–yang tidak hanya mengacaukan navigasi makhluk laut, namun juga membunuh mereka secara sadis. Keberadaan sonar itu sangat membahayakan kelangsungan hidup makhluk laut.

Tanpa mereka ketahui, Teluk Hijau juga jadi rumah terakhir dari para manusia duyung. Sang Gurita (Show Luo) untuk membuat rencana membunuh Liu Xuan agar tempat tinggal mereka tetap lestari. Gurita menugaskan seorang putri duyung polos, Shan (Jelly Lin) menyamar jadi manusia berkaki untuk mendekati Liu Xuan yang terkenal playboy, demi memancingnya ke sarang manusia duyung lalu membunuhnya. Sayangnya, rencana ini terancam tersendat, karena mulai tumbuh benih cinta antara Shan dan Liu Xuan.

Sejak gambar diputar, film ini sudah mampu ngomong arahnya ke mana: masalah lingkungan. Ya, masalah lingkungan yang saat ini menjadi prioritas seantero dunia. Isu yang menjadi putra mahkota pidato Leonardo DiCaprio ketika akhirnya memenangkan Oscars pertamanya. Fakta lain, sektor industri di China masih sangat aktif dan dituduh menyumbang emisi gas karbon yang besar. Maka, sosok duyung yang selama ini hanya dikenal sebatas mitos pun di film ini saya anggap sebagai sebuah personifikasi alam. Manusia selalu berada di posisi menindas karena tidak bisa langsung peka pada lingkungan yang ditinggalinya. Yang dikejar hanyalah penemuan-penemuan baru yang mungkin saja justru berdampak buruk bagi makhluk lain di bumi. Belajar dari The Mermaid, coba perlakukan makluk lain layaknya manusia. Misalnya, “Oh, ternyata sonar sebegini sakitnya kalau diaktifkan, ya? Makhluk laut pasti merasa lebih tersiksa.”

The Mermaid juga ketambahan balutan cerdik semiotika politik. Di sini sosok hero ditunjukkan secara nyata adalah orang China, sedangkan antagonisnya adalah orang kaukasian yang dikomando oleh perempuan China. Lalu ada pula tentang “posisi” uang. Mengingat saat ini di China memegang rekor pencetak orang kaya baru terbanyak di dunia. Semiotics overload! Well done sekali taburan satire di film ini.

Film Mermaid sendiri merupakan kerja sama China dan Hong Kong, dengan distribusi internasional dilakukan Sony Pictures. Film ini memulai produksi di tahun 2014 berlokasi di kota Shenzhen, Guangzhou, Dongguan, dan Beijing, dan dilaporkan menghabiskan biaya hingga 60 juta dolar AS. Sebelum memulai produksi, proyek ini sebenarnya sudah terdengar santer lewat pemberitaan audisi terbuka untuk pemeran Shan. Audisi ini diikuti hingga 120 ribu orang di Shenzhen, sampai akhirnya terpilih Jelly Lin yang saat itu masih berusia 18 tahun. Mermaid pun menandai debut aktingnya di layar lebar.

Produksi yang besar dan memakan waktu panjang tersebut akhirnya terbayar saat film ini dirilis di bioskop. Dengan memanfaatkan libur Tahun Baru Imlek di awal Februari lalu, Mermaid berhasil memecahkan rekor pendapatan hari pertama di bioskop China untuk sebuah film produksi lokal (40,9 juta dolar AS), lalu memecahkan rekor pendapatan tujuh hari di bioskop China sepanjang masa (275,1 juta dolar AS) untuk semua film, mengalahkan rekor yang sebelumnya dipegang Fast & Furious 7 di tahun 2015.

Di penayangan hari ke-11, Mermaid akhirnya berhasil jadi film terlaris sepanjang masa di bioskop China, melewati jumlah 391,2 juta dolar AS yang dicapai film fantasi keluarga Monster Hunt tahun lalu. Tak berhenti di sana, Mermaid juga jadi film pertama yang berhasil menembus pendapatan 3 miliar yuan di bioskop China, tepatnya sebesar 3,366 miliar yuan, atau sekitar 500 juta dolar AS.

Kini, film Mermaid juga merambah luar wilayah China, dan tayang di bioskop-bioskop Indonesia mulai pekan ini. Simak trailer-nya di bawah ini.







No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages