Oei Tiong Ham Si Raja Gula Dunia Berasal Dari Semarang - kompasianadetik

kompasianadetik

artikel dan berita hanya untukmu

Disponsori

Post Top Ad

Oei Tiong Ham Si Raja Gula Dunia Berasal Dari Semarang

Share This

Oei Tiong Ham Si Raja Gula Dunia Berasal Dari Semarang


Jika mendapat pertanyaan mengenai siapa orang paling kaya di Indonesia saat ini, kamu dengan cepat pasti tak akan kebingungan menjawab duo Hartono si pemilik perusahaan Djarum sebagai manusia paling berduit di Indonesia. Namun, pasti hanya sedikit dari kamu yang tahu siapa orang terkaya di Indonesia sebelum eranya mereka.

Jawabnya adalah Oei Tiong Ham. Pria yang berasal dari Semarang ini bisa dibilang ia adalah orang terkaya di Indonesia bahkan sebelum negara republik ini merengkuh kemerdekaannya. Untuk mengetahui lebih jauh siapa sosoknya dan apa yang membuat ia bisa dijuluki si paling kaya raya, mari kita simak bersama ulasannya.

Asal Usul Oei Tiong Ham

Oei Tiong Ham adalah putra sulung dari Oei Tjie Sien yang berasal dari daratan China. Oei Tjie Sien turut andil dalam pemberontakan Taiping, dan membuatnya menjadi buronan dari pemerintahan Manchu. Oei Tjie Sien kemudian melarikan dari daratan China dengan menumpang sebuah jung, beberapa bulan kemudian ia mendarat di tanah Jawa, tepatnya di pelabuhan Semarang.

Seorang eksil, petualang, tanpa bekal apapun, buta budaya dan bahasa setempat, dan Oei Tjie Sien hanya bermodalkan kekuatan tubuhnya untuk menjadi kuli. Mula-mula ia bekerja di pelabuhan, menghela jung-jung yang kandas di lumpur. Ia menyewa penginapan murah tempat para pendatang Cina tidur menggeletak di lantai papan.

Pada suatu malam, pemilik gubuk bambu itu melihat pemuda yang sedang tidur kelelahan itu. Wajah pemuda itu dianggapnya membawa rezeki. Pemilik gubuk kebetulan mempunyai banyak anak perempuan. Pemuda itu dibangunkannya untuk dilamar menjadi menantunya. Oei Tjie Sien mau saja. Calon istrinya baru berumur 15 tahun, tubuhnya kuat dan sifatnya penurut.

Mereka menikah tanpa pesta apa pun. Perempuan muda itu bekerja keras membantu suaminya. Ia melahirkan tiga anak putra (yang seorang meninggal saat masih bayi) dan empat putri. Sementara itu Oei Tjie Sien keluar masuk kampung memikul barang kelontong. Kadang-kadang dari kampung ia membawa beras untuk dijual di kota. Semakin lama, ia menjadi makmur berkat beras. Dikirimkannya uang ke Cina untuk membeli pengampunan, sehingga ia bisa berkunjung ke Cina, sekalian memperkenalkan putra sulungnya, Oei Tiong Ham, kepada orang tuanya. Pertama kali diajak ke Cina itu, umurnya baru tujuh tahun. Ia lahir 19 November 1866.

Bisnis-bisnis yang membawa Oei Tiong Ham jadi yang terkaya se-Asia Tenggara

Bisnis utama Oei Tiong sejatinya adalah gula tebu yang mulai melejit pada tahun 1890-an dengan konsumen yang tersebar di berbagai negara. Sebut saja Singapura, Malaysia, India, Thailand, Cina, Brazil, Inggris, Belanda, Swiss, hingga Amerika Serikat. Wajar, karena saat itu mayoritas pasokan gula dunia berasal dari Jawa.



Beliau ini juga pemilik dari NV Handel Maatschappij Kian Gwan, sebuah perusahaan perdagangan gula internasional dan NV Algemeene Maatschppij tot Exploitatie der Oie Tiong Ham Suikerfabrieken yang mengelola lima perkebunan dan penggilingan tebu miliknya yang tersebar di pulau Jawa.

Tak hanya gula, ia jua merambah bisnis perkapalan, perbankan, pabrik tepung tapioka, pergudangan, dan perusahaan properti di berbagai daerah di Indonesia. Hebatnya, semua pencapaian ini diraihnya sebelum ia mencapai usia 30 tahun.

Hanya saja, sebelum bisnis-bisnis di atas melesat pesat, Oei Tiong sudah lebih dulu merintis perniagaan opium atau candu. Awal bisnisnya, ketika berusia sekitar 24 tahun, ia memasok bisnis candunya dari Semarang hingga ke Kudus, seiring perluasan jangkauan rel kereta api yang saat itu tengah gencar dibangun.

Salah satu hal yang membuat bisnis candunya makin menggurita adalah karena Oei Tiong dipercaya oleh orang-orang Belanda sebagai pemasok utama madat (candu yang telah diolah dan siap untuk dihisap). Atas ijin dari Belanda, Oei Tiong mendapat keleluasaan untuk memonopoli bisnis ini dan berhasil melebarkan sayap bisnis candunya hingga ke kota besar lain seperti Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya.

Oei Tiong Ham merupakan kelompok bisnis Tionghoa terbesar di Asia Tenggara sebelum perang. Yoshihara Kunio juga menyebut hal sama dalam Konglomerat Oei Tiong Ham: Kerajaan Bisnis pertama di Asia Tenggara (1992).

Masa kejayaan Oei Tiong Ham Concern berselang pada 1920-an. Total kekayaannya diperkirakan mencapai 200 juta gulden. Surat kabar De Locomotief, yang terbit di Semarang, menyebut Oei Tiong Ham sebagai "The Richest man between Shanghai and Australia."

Kunci suksesnya mengelola bisnis gula karena mampu menjadi terdepan dalam teknologi. Pabrik-pabrik gula Oei Tiong Ham adalah yang pertama menggunakan teknologi elektrifikasi. PG Rejoagung merupakan pabrik gula pertama di Hindia Belanda yang dijalankan dengan tenaga listrik. Ia juga mempekerjakan para teknisi barat, akuntan, dan pengacara didikan barat. Para ahli dari Jerman juga didatangkan sebagai penasihat untuk mengolah hasil panen secara modern.

Akhir Tragis Sang Raja Gula 

Namun baru sebentar Oei Tiong Ham Concern memasuki masa yang “tenang” pasca pendudukan Jepang dan Revolusi, yaitu dekade 1950, tiba-tiba Oei Tjong Hwa meninggal mendadak akibat serangan jantung. Meninggalnya Oei Tjong Hauw ini merupakan awal dari proses kemunduran Oei Tiong Ham Concern sebagai sebuah institusi bisnis, sampai akhirnya Oei Tiong Ham Concern tamat riwayatnya pada tahun 1964, tatkala seluruh asetnya disita oleh Pemerintah Indonesia (lewat vonis yang diputuskan oleh Pengadilan Ekonomi Semarang).

Sepeninggal Oei Tjong Hauw , tidak ada lagi penerus Oei Tiong Ham Concern yang memiliki relasi dan akses bisnis yang memadai di Indonesia, terutama karena para penerus tersebut sebagian besar tidak berdomisili di Indonesia. Dengan posisi para Direksi yang berada di luar negeri, serta dinamika politik dan ekonomi Indonesia yang makin “memanas” pada tahun 1960-an, maka Oei Tiong Ham Concern menjadi rentan terhadap isu dan tuntutan “nasionalisasi”.

Akan tetapi alasan resmi dari pemerintah Indonesia untuk melakukan tindakan hukum thd Oei Tiong Ham Concern bukanlah politik, melainkan tuduhan telah dilakukan pelanggaran dalam peraturan mengenai valuta asing oleh perusahaan tersebut. Setelah proses-proses persidangan di Pengadilan Ekonomi Semarang yang berlangsung selama 3 tahun (1961-1964) akhirnya diputuskan bahwa seluruh asert Oei Tiong Ham Concern disita oleh pemerintah RI.


Pemerintah lalu membentuk PT Perusahaan Perkembangan Ekonomi Indonesia Nasional Rajawali Nusantara, yang diberi wewenang untuk mengelola seluruh aset ex Oei Tiong Ham Concern. Sekarang perusahaan ini bernama PT Rajawali Nusindo dan berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Aset-aset pribadi milik keturunan Oei Tiong Ham juga disita , termasuk rumah mewah di kawasan Gergaji (skrg Jl. Kyai Saleh) yang dulu ditempati oleh Oei Tiong Ham dan keluarganya. Rumah tersebut pasca “penyitaan” telah beberapa kali berpindah tangan, untuk waktu yang lama pernah digunakan oleh Kodam Diponegoro dan diberi nama “Balai Prajurit”, kemudian sempat dipakai sebagai kampus sebuah Perguruan Tinggi Swasta.

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages